Oleh : dion anak zaman
ada banyak orang orang menemuiku dan menemaniku
ada banyak pasang mata mengintipku, atau perlahan mengajakku
aku bilang aku disini saja, disana terlalu ramai dan gaduh! atau ajaklah yang lain saja, sementara aku habiskan kutuliskan perantara orang orang yang membuat dunia makin miring kearah barat. atau keseletan.! pergilah.
seseorang datang lagi menjengukku saat aku demam. aku bangkit dan seolah olah tegar, selepas dia pergi, aku tak mampu bertahan lagi pada panas dan dingin yang membuatku takut.
aku pernah jatuh Cinta yang luar biasa menurutku, tidak sama dengan mereka, hanya menggeregai atau melengkapi ksepeiannya, justru terbalik! mereka belum lengkap menyiapkan untuk hal hal, yang dinamakan konsekuensi. aku Belajar lagi, aku pamit, kepada kerumunan, dan mencoba membuka kembali krtiteria dunia dan manusia yang mampu menopang kenduri yang kini mulai membosankan sebab bunga diatas, serta bagian bawahnya ditumbuhi lumut lumut yang warnanya itu itu saja. aku menyuruh orang untuk melepaskan dekapan lumut yang setia! dan aku mulai sering sering panik. saat dering telepon atau distatus jejaring sosial itu, berbunyi dengan penanda lain. kulihati satu satu, atau membaca bagian kalimat kalimatnya,menjaga kembali ritme gejolak amarahku. dan kembali belajar lagi.
pernah suatau hari aku beranjak katas lereng bukit terjal, aku melihat gumpalan awan, sepotong hitam pekat, banyak lendir lendir kusaksikan berserakan disisi lereng, dan perjalananku kesana, yang sebagian ber aspal, kutemui lembaran lembaran kwitansi kosong, dan cek milliayaran rupiah, tertanda nama nama mereka yang mulai di hiasi namanya dihalaman koran dan media telvisi. serta sepatu berwarna pin sisa satu bagian kanannya,,aku tahu itu sepatu dari perempuan yang tertulis namanya disudut kwitansi dan cek yang jumlahnya menggiurkan. aku melangkah beberapa kaki. aku menemui sepotog penis, dan sebuah kondom, berjarak tak jauh tempatku, menemukan serbuk,serta alamat dan nomor Rumah. ku lalui begitu saja, aku mulai tak mampu mengatur langkah,sementara diujung sana kekasihku menungguiku diujung bukit Cinta kami namakan. aku berbisik, dan mulai terbatah,,aku harus belajar,aku ahrus belajar lagi, lagi dan lagi. Tuhan selamatkanlah perjalanan kebahgaiaanku kali ini. menuju CintaMu. seratus meter berikutnya, aku menemukan lagi dan kali ini, lembaran lembaran Puisi tak bernama. ada air mata, hurufnya dituliskan dengan tulisan tangan tinta cair Hero, merk tempo doloe, serta satu goresan luka di antara dukanya. aku menangis, aku meringkih, aku mulai lupa bahwa:
"Teramat sumirlah kehidupan, jejak jejak kemuliaan itu, diterkam oleh hanya dengan golongan golongan tertentu,
Tuhan" kali ini aku mengajak Tuhan berdiskusi, aku mulai marah, aku tak lagi mengingat dimana jalan menembus batas batas ketempat kekasih, dan saat itu juga aku saksikan orang orang mendatangiku, menemuiku, aku beranjak, mencoba tegar bangkit,! aku merasakan keletihan yang amat luar biasa, aku tak mampu,! aku meminta sesorang, namun mereka menggeleng, dan saat aku mulai mencoba mengatur nafas, dan menghimpun kekuatanku. aku melawan kelemahan, dan kecengenganku. namun mereka berpaling, dan berjalan di antara semak semak kering. aku mengikutinya, namun tak kutemui jejaknya. aku berjalan menyeret langkahku. tubuhku bertanah, sebab aku tanpa sadar terhempas dibumi, dengan keras. disana awan mulai bersatu, kekasih belum juga kutemui, sebab penglihatanku kabur oleh kabut yang turun begitu cepat.! aku kelelahan, dan pandanganku mulai gelap, aku jatuh tersungkur kembali. diantara orang orang yang pernaha dan sebelum makamku dinamakan.
---------------------------------------
TAFAKUR
(setangkai nestapa kefukuran manusia)
Oleh : dion anak zaman
terlalu masuk kerongga rongga tak bernilai
sejak mentaati satu sistim berlaku secara sederhana. menumbuk padi diladang tandus bercahaya sembap air mata ibu
terlalu dini menyatakan dosa, atau mengingkan jatah Tuhan untuk surga serta rezki berlipat, dinamainya Doa bait pengurai kegelisahan dunia
anak sungai mengalir ada bayang dangkal bulan.
sebilah pedang petani menggorek dan menebas batang padi, kering di tenggelamkan kemarau yang dan musim yang tak bertanda
menaruh sesajen penghuni bumi dan metafisik dimainkan, dunia tenggelam, anak kodok berhenti melompat, keong mengumpat dikaki kaki rumput. tubuh lintah merubah warna menjadi pekat kecokelatan. Hama makin buas melumeri batang dan buah padi menajdi makanan burung burung keriput, pada sayap sayapnya yang terhalau angin.
penghuni Bumi terdiam sejuta air mata kekosongan jiwa lalu merubah keyakinanya. Naluri manusia!.
matanya nanar menatap pohon sebatang
kenecingnya mulai berdiri dicelah semak. antara percaya dan berkeyakinan. Tuhan diperdaya sekalipun. Para malaikat terhenti dibalik awan, dan kaki kaki langit,setandan buah anggur dari surga titipan Tuhan. apakah malaikat punya air mata? lalu kenapa dia menyeka diantara matanya yang berlinang, Hamba Tuhan yang serakah. Tahun berharap pemujaan, sebulan mengintip Tuhan dicelah jendela masjid. lalu menceritakan Tuhan adil, atau mengasihi, selaput matanya kembali diam diantara sayap sayapnya, menemui Tuhan kembali dengan sepi diraut wajahnya. diablikarsy Tuhan menyeru kepada kekuatanNya, meletakkan sungai sungai, dan alur alur bumi menjadi kembali seperti semula. bagai padang savana anggun menyejukkan. mereka bersorak, lalu mencari kembali sesajen, buah kepercayaan yang dimustahilkan.
-----------------------------------
BAGAI RANTING
Oleh : dion anak zaman
oo...... dikau tangkai tangkai
berdaunlah walau kuncup
petuah adat mulai resah
menanti-----buah kelahiran
kencana masa depan yang dibimbing
oleh situasi yang dipaksakan
duhai dikau mata kenapa kembali ungu
kulihat sekcang warna! rabun, atau aku mulai berpeyakitan?
satu anak manusia yang dulu berakar sama sama
mulai pergi dan memisahkan diri dari kelemahannya yang berlebihan
dia masih mabuk sampai saat ini
untung kupunya serambut
toh juga lebih seperti biasa
saat ranting ranting butuh kuncup daun
aku terberaki oleh burung burung cudas yang bunyinya cempreng
bujuklah bunga
jangan membiarkan berkesah
bertemanlah dengan tangkai tangkai langit
kepada selaput mata mata picis yang malu malu
atau penari istana yang berias bagai pujaan mata
berbagilah
berbhagailah
jangan seadanya memotong teriakan teriakan
sebab disana ada nyanyian dan sajak ranting ranting yang retak
dan menusuk telapak kakimu yang angkuh
atau tanganmu yang dipukuli bekas ranting ranting yang patah
sambil membakarnya jadi arang, biar bekas pekat hitam
sisa Ranting yang ditumbuhi daun daun sepi
bertepuklah sebatas ditelapak
jangan menghardik kedustaan
setengteng petengteng kau bawa pergi
dari hulu kehilir
muaranya kita sama
ditepian pantai
menjadi buih
ranting basah
terbawa keperahu
sebentar lagi daun terburai kering
sebutkan dimana ada air setengteng
biar ranting berbagi daun
-----------------------------------------
MAKAN SIRIH
Oleh : Dion Anak Zaman
suara yang lirih
hatinya perih, dan berkemih diantara susunan huruf dan angka semburat
sengau, sekat awan putih
melati dipusara itu lagi.
berhentilah mengunyah sirih
kepada hati yang putih
tiadalah sebanyak titik hujan yang terburai
seperti air mata kekasih
makanlah sirih setelah matahari menawan kias bulan yang muncul sore hari
sekunyah dan sepetak harapan, bagai sirih di muntahkan. kembali matanya terkemih
tiadalah kisah yang kelasik bersamamu,,kunamakan kau sejak dulu kekasih
dengan menyertakan Tuhan sang pengasih
atau biarkan kemudian sirih berganti melati
tat kala kematian jiwa yang terbunuh oleh anak anak panah yang tertancap selama matahari bermunculan dan berakhir dibukit cemara yang pasih
antara Tuhan dan aku
sebetah anggrek yang putih
semerbak mawar kutitipkan sebening Cinta kepada yang kunamai kekasih
makanlah sirih biar sejenak tak berperih
-------------------------------------------------
lalu Tuhan haruskah aku berhenti membaca KitabMu
sebelum pintu malam membuka
pada naluri Bagian surah yang ktelusuri saat aku mulai menyembah
atau mengayunkan tongkat seperti musa, saat musuh musuh dunia mengejar
tidak! tidaklah seperti itu Tuhan.
kakiku tak bertumpuh, tubuhku berkeringat manik manik ketakutan
saat ku lihat mata perempuan, dan gadis gadis dengan Celana jeans ketat yang diujung bokongnya robek, atau kaus dalam yang tipis, melorot disengaja, memamerkan buah kenikmatan, yang merelakan ditatap ribuan sesamaku yang selalu ingin mendekapnya, atau meremah bagai daun pucuk.
belum selesai kubacakan satu pengusir kepenatanku
meminjam awan, serta cemara dibukit tanah merah, yang curam sekalipun
agar bisa kubakar birahi ini, bersama mereka, dan merasakan kelembutan awan mencuri celah celah matahari yang turut menyaksikanku berada pada titik titik nadir diubun ubunku. ingin kusughi anggur, dan meremas jemarinya, awal menuju puncak fantasiku.
atau merelakan semua berlabuh disisi kanan gadis yang roknya diatas lutut, serta kelihatan pahanya yang mengapik kemuliaannya. atau mencoba mencintainya saja, dengan berpura pura?.! atau perempuan yang bertudung, yang bibirnya dihiasi kelembutan, jemarinya yang memakaikan cincin perak, pemberian ibunya,,atau kekasihnya yang telah pergi diantara gaun sutra tipis,? ahh' ini bukan bagian cerita yang sebenarnya, aku hanya mau mebawa fantasi itu menjadi gunjingan, saat hasrat mulai tak mampu dilerai,
Tuhan,,maafkan aku,,yang telah jauh mengisakan keinginanku yang semestinya Engkau lebih tahu.
Oleh : Dion Anak Zaman
----------------------------------------
Tuhan..jika kusebut Nama-Mu
Apakah imbalan untuk dunia?
Saat ketaatanku memenuhi sejagat
Apa yang Engkau janjikan
Melebihi keinginanku
Tuhan,, jika aku jatuh Cinta
Apakah tak meragukan Cinta terhadap kekasihMu dan Engkau sendiri?
Tuhan,,apa jawab sekiranya surat surat keruhanian itu ku titip dsela mataku terpejam dan menegur Iblis yang merampas dilembaran yang kutulis indah tengtangMu
----------------------------------------
Kiray bagai merpati
Sulit menggapai
Namun sangat amat kudapati
Cintanya meski sebuih
Bagai bunga seharum mewangi
Tiadalah dusta untuk kuurai
Sebab jujur telah terpatri
Sebentar lagi hari usai
Hendak semantik ini kau mengerti
Rasa ini kau empati
Atau aku melayang pada nirwana yang sunyi?
Kiray, namamu indah, aku ingin kau kumiliki.
--------------------------------------
Menuju Pintu malam, aku kembali Belajar membuka lembaran lembaran bacaanku yang tertunda hampir dua belas Tahun, usiaku masih sangat relatif muda, meski aku lahir dan dibesarkan pada kumuhnya peradaban dan zaman, hingga kutemui era kali ini sisa sampah zaman yang bagai kondom berserakan bekas pakai orang orang hebat menjual sensasi politik di Gedung terhormat DPR di Negeri yang tertatih.
-------------------------------------
Hei gadis malam kapan kau pulang
Diantara lelaki gilang
Tunggu saja sayang, lembut menyentuh bibirku," kau bilang kita berpetualang didunia yang hilang
Hei gadis malam, terlanjur telanjang
Aku masih lajang, tapi jangan melarang, aku tak akan pernah bilang
Bahwa kita sama sama jalang
Hei gadis malam, terbanglah bagai elang, apa kau akan hinggap pada rambut lelaki hidung belang?
Hei gadis malam, mari kita bersulang
Bagikan
Kumpulan Puisi Dion Anak Zaman - BAGAI RANTING
4/
5
Oleh
YAP

